Home » » Cerpen "NAKAL"

Cerpen "NAKAL"

Siap tidak siap kamu harus tinggal di pesantren”
Tapi, yah.”
Aku sebenarnya enggan mengiyakan permintaan ayah. Kalau bukan karena perintah ibu, mungkin aku sudah membantah. Ayah terlalu terburu-buru mendaftarkan aku di pesantren. Bayangkan aku masih kelas tiga Sekolah Dasar, usia yang seharusnya aku gunakan untuk bersenang-senang dan mulai mengenal hal yang baru. Tapi aku tak pernah menolak keinginan ibu karena itu aku menurut saja dengan apa yang dikatakan ayah.
Aku anak kdtiga dari empat bersaudara. Kata ibu aku berbeda dengan ketiga saudaraku. Kakak perempuanku memiliki wajah yang mirip dengan ayah, kakak laki-laki memiliki sifat seperti ibu, sedang adikku memiliki karakter seperti ayah. Aku memiliki kulit yang hitam, tubuh yang pendek, dan wajahku tidak mirip sedikitpun dengan ayah dan ibu. Begitulah kenapa aku dinilai berbeda dengan keluargaku.Walaupun begitu, aku tidak pernah berpikir untuk merubah sifatku, karena aku merasa bangga dengan aku yang seperti ini
Dulu ketika aku duduk ditaman kanak-kanak sifat nakal sudah mulai tumbuh dalam diriku. Di rumah aku sering membuat masalah. Misalnya menambahkan garam yang banyak pada masakan ibu, mengambil uang belanja ibu di kotak plastik di dalam lemari dapur, mengotori rumah dengan kertas yang aku bentuk pesawat, burung, dan sejenisnya, menyembunyikan seragam milik kakak perempuanku ketika dia hendak bersiap-siap ke sekolah, menyuruh adikku mencoret-coret tembok dan mengempesi ban sepeda motor ayah ketika akan berangkat bekerja.
Kenakalanku berkanjut ketika aku duduk di Sekolah Dasar, aku semakin menjadi-jadi. Semua orang mungkin merasa sangat terganggu dengan adanya aku. Di sekolah aku pernah memberi lem di kursi guru, menaruh tikus di celah bangku teman-teman, mengajak teman laki-laki bertengkar dan taruhan, membuat keributan ketika pelajaran berlangsung, menggoda teman perempuan, menantang kakak kelas adu kejantanan, dan masih banyak masalah-masalah yang kubuat. Aku selalu mecari celah untuk membuat masalah. Banyak sekali hal buruk yang aku lakukan yang membuat jengkel keluargaku. Bahkan aku sering dimarahi tetangga akibat ulahku, dan tak jarang pula guru-guruku memberikan hukuman padaku. Tapi, aku tak merasa malu – tak sedikitpun – merasa malu dengan masalah yang kubuat.
Menurutku nakal adalah suatu prestasi yang tidak dimiliki semua orang. Banyak orang takut dengan orang nakal karena itu aku tak pernah malu menjadi anak nakal. Nakal adalah suatu kebanggaan yang harus dilakukan seumur hidup sekali. Itu yang ada dibenakku.
Mungkin itu alasan ayah memasukkan aku kepesantren di usiaku yang masih belia. Agar aku bisa berubah dan tidak merepotkan orang tua serta orang disekitarku karena sifat burukku.
Di pesantren mana aku akan tinggal?”
Nanti ketika sampai di sana kamu akan tahu, pokoknya di daerah Ponorogo.”
Dan, berangkatlah kami dari kampung dengan becak menuju terminal bus. Barang yang kami bawa adalah perlengkapanku selama di Pesantren terutama oleh-oleh buat Kyai. Aku hanya diantar ayah karena ibu harus menjaga adik di rumah dan kakakku harus berangkat sekolah. Ayah membawa kardus isi pakaian dan tas ransel besar isi buku. Tangan kananku sekardus wingko yang dibungkus plastik, sedang tangan kiriku sebotol air putih.
Terminal, berapa?” ayah menawar becak. Aku tak tahu kemana kita akan pergi. Baru ketika di becak, kedua kaki menumpang di atas kardus isi pakaian, memangku sekardus wingko, ayah berkata.
Teman ayah bilang, kita hanya memberikan alamat ini ke kernet bus, nanti kernet akan memberi petunjuk jalan pada kita”. Saat itu aku baru tahu ternyata ayah juga belum tahu pesantren yang akan aku tempati nanti selama enam tahun ke depan.
Dalam perjalanan, kepalaku sangat pusing. Sopir yang ugal-ugalan membuat semua penumpang was-was. Ayahku sudah tertidur pulas dengan tas ransel besar dipangkuannya. Aku pun menyamakan diri seperti ayah.
Ponorogo…Ponorogo…Ponorogo…”
Ponorogo pak”, kernet membangunkan ayah. Dengan refleks aku dan ayah langsung terbangun. Sebelum keluar dari bus, kernet memberi arah jalan yang harus dilewati.
Pintu keluar terminal Ponorogo begitu jauh dari bus kami, sehingga beban di tangaku serasa sangat berat. Sedangkan ayah dengan beban yang lebih berat di belakangku, aku berjalan secepat mungkin mengikuti arus orang.
Ju! Tunggu ayah!” teriak ayah. Aku terus berjalan mengikuti arus orang tanpa menghiraukan ayah, pikiran nakalku kembali terbersit. Aku menghilangkan diri dari ayah agar ayah kerepotan mencariku.
Ayaaaaaaaaah” teriakku ke arah ayah ketika aku sampai di pintu keluar. Aku tertawa melihat ayah yang bingung mencari asal suaraku. Hingga akhirnya ayah menyadari keberadaanku, aku hendak berlari lagi, namun tiba-tiba Praaak, sebongkah kayu besar menghantam kepalaku membuatku terjatuh. Saat itu kepalaku langsung terasa berat, namun aku masih menyadari ketika ayah berteriak menyebut namaku bersamaan dengan orang asing yang merebut tas di tanganku dan langsung berlari.
Ketika aku sadarkan diri, aku sudah berada di atas kasur dengan warna ruangan dan perlengkapan serba putih, kepalaku diperban.
Ayah” aku memanggil ayah yang berada disampingku.
Ju, kamu sudah sadar nak?”
Aku dimana yah? Aku kenapa?”
Ini di rumah sakit. Sudah, kamu istirahat saja dulu, kepalamu pasti masih sakit” ayahku tersenyum, dengan matanya yang sembab dan wajah yang tak ceria, aku tahu bahwa ayah sangat menghawatirkanku. Aku terdiam, mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Dengan kepala yang terasa sangat berat, aku meyadari semua ini adalah akibat ulah nakalku yang tak bisa ku kendalikan, dalam pikiranku terpikir ada keinginan untuk merubah diri. Terasa sudah bosan mendengarkan orang tua dan tetangga-tetanggaku yang sering memarahiku. Aku ingin memulai hidup baru yang lebih baik di pesantren. Dan aku tidak ingin kecelakaan ini terulang kembali.

Malang, 22 Juni 2012

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Faizatur Rohmah - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger